Conversion rate adalah rata-rata persentase dari semua pengunjung web atau pengguna aplikasi yang melakukan tindakan.

Conversion rate adalah rata-rata persentase dari semua pengunjung web atau pengguna aplikasi yang melakukan tindakan.
Conversion rate telah dianggap sebagai salah satu metode tracking penting di dalam sebuah web, terutama ecommerce, toko online dan startup.
Conversion rate disebut sebagai persentase pengunjung web/aplikasi yang pada akhirnya menjadi pelanggan dan melakukan transaksi.
Meski begitu, bagi beberapa industri, conversion rate tidak hanya dianggap sebagai persentase penjualan. Melainkan berupa hasil dari setiap tindakan sesuai dengan business goals atau campaign objective-nya masing-masing.
Jika dilihat dari funnel digital marketing, akan terlihat bagaimana aliran conversion rate terjadi, mulai dari jumlah orang yang berada di posisi awareness menuju interest kemudian desire dan akhirnya action.
Conversion rate adalah rata-rata persentase dari semua pengunjung web atau pengguna aplikasi yang melakukan tindakan.
Google mendefinisikan conversion rate sebagai jumlah rata-rata konversi per interaksi iklan yang ditampilkan sebagai persentase.
Adapun beberapa tindakan yang bisa dijadikan target antara lain:
Dari banyaknya tindakan yang ada, tracking conversion “melakukan pembelian” adalah yang paling sering dilakukan. Karena dianggap lebih menguntungkan dan banyak diinginkan oleh para investor dan stakeholder.
Tracking dari masing-masing tindakan conversion bisa dilakukan dengan menggunakan tools yang sesuai dengan tempat dan jenis digital marketingnya.
Ketika conversion terjadi di sebuah website, maka Google Analytics dan Google Ads adalah tools yang paling tepat untuk melihat jumlah traffic dan conversionnya.
Ketika conversion terjadi di sebuah aplikasi android ataupun iOS, maka tools seperti AppAnnie, Firebase, Mixpanel terlihat cocok.
Berbeda lagi jika conversion terjadi di sosial media, maka masing-masing platform itulah yang cocok untuk dijadikan tools tracking. Facebook misalnya dengan Facebook Business Manager-nya, LinkedIn dengan LinkedIn Business-nya serta yang lain.
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi dan rendahnya conversion rate tergantung, mulai dari device yang digunakan oleh users, desain iklan, desain website atau aplikasi serta masih banyak lagi yang lainnya.
Secara umum, rumus perhitungan conversion rate menggunakan formula berikut ini.
Ada 2 elemen yang dilibatkan, yaitu number of conversions dan number of unique users.
Number of conversions adalah jumlah konversi yang telah terjadi. Sedangkan number of unique users adalah jumlah users yang terlibat di dalam campaign, entah mereka hanya melihat iklannya, hanya mengunjungi webnya maupun benar-benar melakukan tindakan akhir.
Pada aplikasi atau web ecommerce dan toko online yang dapat melakukan transaksi secara online, perhitungan conversion rate bisa dimulai dari jumlah overall sessions, product view sessions, number of add to chart dan number of successful transaction.
Dengan keterangan (1) overall sessions adalah jumlah kunjungan web yang dihitung di semua halaman berdasarkan periode waktu tertentu; (2) product view sessions adalah jumlah kunjungan web yang dihitung hanya di dalam halaman detail produk berdasarkan periode waktu tertentu; (3) number of add to cart adalah jumlah produk yang dimasukkan ke dalam keranjang belanja oleh semua users; dan (4) number of successful transaction adalah jumlah pembelian yang berhasil dilakukan oleh semua users.
Semua perjalanan konversi mulai dari sessions hingga successful transaction (dari atas sampai bawah funnel) disebut sebagai number of conversion. Ketika nilai diterjemahkan ke dalam persetanse, maka akan disebut sebagai conversion rate.
Contoh ini bisa diterapkan di berbagai perhitungan yang lain. Hanya perlu mengganti elemen session, product view, number of add to cart dan number of successful transaction menjadi elemen yang ditracking selama melakukan campaign.
Seperti contoh perhitungan yang terjadi iklan di Facebook Ads, elemennya akan diubah menjadi impression, clicks, purchase.
Sedangkan, semua prosesnya (dari awal hingga akhir) disebut dengan user journey. Sehingga upaya optimasi untuk meningkatkan persentase konversinya tidak jarang disebut dengan conversion rate optimization (CRO) atau user journey optimzation.
Masing-masing industri bisnis punya nilai rata-rata yang berbeda. Hal ini terkait dengan minat, kebiasaan beli users, dan tingkat kepercayaan users yang dijadikan target market.
Angka benchmark yang bagus tentu berdasarkan pengalaman perusahaan mentracking conversionnya. Namun, untuk membantu perusahaan ecommerce di dunia, ada riset tentang conversion rate yang sangat membantu.
Berikut detail dari statistik average ecommerce conversion rate 2020 by industry di atas:
Angka ini tentu tidak bisa dijadikan sebagai benchmark bagi website bisnis di luar kategori ecommerce, karena jika dibandingkan dengan kategori lain, angka conversion rate ecommerce memang paling rendah.
Ketika belajar digital marketing, seseorang harus memahami bagaimana kebiasaan users selama berselancar di internet.
Pengetahuan ini akan menjadi pondasi utama kenapa angka dari setiap konversi yang didapatkan bisa kecil dan bisa besar. Dan tentunya akan menjadi insight yang penting untuk mengetahui strategi terbaik dalam meningkatkannya.
Langkah-langkah dalam meningkatkannya sendiri dapat dibagi menjadi 2 bagian. Bagian ini dibagi karena perlakuannya akan berbeda satu sama lain.
Antara aplikasi yang diinstal di smartphone dan website yang diakses oleh users menggunakan browser memiliki perlakuan yang sama untuk meningkatkan angka konversi penjualan.
Hamim Hamid Gabir, MSc telah menjelaskan di dalam riset The Effect of Website’s Design Factors on Conversion Rate in E-commerce bahwa setidaknya ada 5 faktor yang berpengaruh pada konversi di web dan aplikasi, yaitu usability, system quality, information quality, service quality serta content and call to action placement.
Usability adalah ukuran kualitas pengalaman pengguna ketika berinteraksi dengan aplikasi atau website.
Penelitian karya Pim Soonsawad dengan judul Developing a New Model for Conversion Rate Optimization: A Case Study membahas bagaimana pengaruhnya usability terhadap angka konversi.
Setidaknya, sebuah aplikasi ataupun website harus memenuhi 4 kriteria usability, yaitu sederhana, mudah digunakan, ramah pengguna, dan kompatibel di semua jenis device.
Tugas cukup berat bagi seorang product manager dan user experience untuk memenuhi 4 kriteria ini. Tentu diperlukan A/B testing dan feedback yang cukup agar website dan aplikasi yang dibangun benar-benar memenuhi kriteria.
Pada penelitian sebelumnya telah dijelaskan bagaimana usability dapat mempengaruhi nilai konversi. Kuan, dalam penelitiannya, menambahkan ada kualitas dari usability di dalam sistem yang juga harus memenuhi kriteria.
Kualitas tersebut didefinisikan sebagai sejauh mana pengguna percaya bahwa situs web mudah dinavigasi dan interaksi antarmuka dapat diandalkan.
Cakupan dari kualitas sistem terdiri dari fitur-fitur sistem dalam e-commerce, seperti kemudahan navigasi, konsistensi antarmuka pengguna, tingkat respons (kecepatan) dan kualitas serta pemeliharaan program.
Sehingga, bisa disimpulkan bahwa setelah adanya kemudahan website/aplikasi dalam penggunaannya oleh users, kualitas dari infrastruktur di dalamnya juga harus memenuhi syarat.
Syaratnya antara lain loading yang tidak lebih dari 3 menit, minim bugs, dan workflow yang berjalan lancar.
“Content is the King”
Seperti itulah kira-kira kutipan yang sering digunakan oleh orang-orang yang melakukan promosi produk melalui website dan aplikasi.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Mazur dalam buku Neuroeconomic and Behavioral Aspects of Decision Making (2016: 225-242) bahwa konten dan informasi dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku pembeli –yang juga diasumsikan mempengaruhi tingkat konversi.
Kualitas informasi berkaitan dengan kesesuaian, relevansi dan keakuratan informasi yang dihasilkan. Dalam pemasaran digital saat ini, sering disebut-sebut sebagai copywriting.
Faktor yang keempat adalah service quality. Faktor yang didefinisikan sebagai sejauh mana pengguna percaya bahwa:
Call to action (CTA) adalah informasi tertulis yang digunakan untuk mengajak users menyelesaikan tindakannya di dalam web dan aplikasi.
Informasi tertulis di dalam CTA dapat berupa “download sekarang”, “ambil voucher”, “beli sekarang”, “selesaikan pembayaran” ataupun yang lainnya.
Tanpa informasi CTA yang jelas, users akan dibuat bingung dengan tindakan apa selanjutnya yang harus diambil. Begitu pula dengan penempatan dan pemilihan warnanya, CTA diusahakan tetap terlihat jelas dan mudah dijangkau.
Berbeda dengan konversi di web, konversi di iklan digital lebih banyak mengandalkan pesan yang akan disampaikan.
Oleh sebab itu, sangat penting untuk membuat buyer persona terlebih dahulu sebelum campaign dijalankan.
Buyer persona ini akan berguna untuk mengetahui siapa target market dari campaign yang akan dijalankan. Sehingga, konversi di iklan digital menghasilkan hasil yang maksimal dengan beberapa langkah berikut.
Hirst dan Matz adalah dua ilmuwan yang sama-sama telah meneliti bagaimana reaksi target market yang melihat iklan sesuai dengan kepribadian usersnya sendiri.
Hasil akhir menunjukkan bahwa mayoritas pengguna bereaksi lebih positif terhadap materi iklan yang sangat identik dan cocok dengan kepribadian mereka.
Contoh simpelnya dengan membuat pesan iklan tentang smartphone gaming hanya untuk orang-orang yang biasa bermain video games di smartphone.
Atau iklan yang menyampaikan pesan untuk berkontribusi terhadap aplikasi yang melawan pencemaran lingkungan kepada users yang benar-benar peduli dengan lingkungan.
Lookalike adalah strategi marketing yang mengandalkan data audiences yang sudah pernah ada untuk menargetkan audience yang memiliki karakteristik sangat mirip.
Lookalike sebenarnya merupakan bagian dari fitur yang disediakan oleh beberapa platform advertising, seperti Facebook Business Manager dan Google Ads.
Dengan mengandalkannya, perusahaan tidak perlu repot-repot mengatur target audiences, tapi hanya perlu memasukkan data audiences berupa nama, email dan/atau nomor HP.
Secara otomatis, platform advertising tersebut akan mencocokan data yang mereka miliki lalu dijadikan sebagai target audiences ke dalam campaign tersebut.
Ketertarikan users terhadap promo yang ditawarkan melalui iklan digital bukan hanya dipengaruhi oleh besaran diskonnya saja.
Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, agar users melihat, membaca, tertarik dan melakukan tindakan seperti yang tertulis pada call to action-nya.
Beberapa pakar digital marketing percaya bahwa ada efek psikologi yang timbul dari informasi yang tertulis di sekitar call to action. Beberapa diantaranya:
Pada akhirnya, conversion rate adalah metrisk penting yang akan membantu semua pemilik bisnis untuk mendapatkan aset penting dalam berbisnis, seperti nilai customer lifetime value yang tinggi, revenue yang tinggi dan ROI yang lebih cepat.
Tidak ada formula rahasia yang (((pasti))) akan membuat nilai konversi semakin tinggi. Semuanya memerlukan proses A/B testing yang cukup panjang.
Selalu pastikan berdiskusi dengan tim produk, sales dan marketing tentang apa yang benar-benar dibutuhkan oleh users dengan karakteristik tertentu untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Pelajari juga tentang value proposition untuk mendapatkan kalimat ajaib bagi sebuah brand agar bisa mencapai nilai transaksi yang lebih tinggi.
Konten Terkait
Konten Rekomendasi